MEMAHAMI PEMBERIAN IZIN SEBAGAI SALAH SATU KEBIJAKAN PEMERINTAH

MEMAHAMI PEMBERIAN IZIN SEBAGAI SALAH SATU KEBIJAKAN PEMERINTAH

 Perizinan

Beberapa Pengertian Izin

Dalam pengertian umum berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, perizinan diartikan sebagai hal pemberian izin. Sedangkan izin itu sendiri, dalam kamus tersebut izin diartikan sebagai pernyataan mengabulkan (tidak melarang dsb); persetujuan membolehkan. Dengan demikian, secara umum perizinan dapat diartikan sebagai hal pemberian pernyataan mengabulkan (tidak melarang dsb) atau persetujuan membolehkan.[1]

Dalam konteks yang lebih khusus yaitu dalam kamus istilah hukum, izin (vergunning) dijelaskan sebagai perkenaan/izin dari pemerintah yang disyaratkan untuk perbuatan yang pada umumnya memerlukan pengawasan khusus, tetapi yang pada umumnya tidaklah dianggap sebagai hal-hal yang sama sekali tidak dikehendaki.

Sedangkan beberapa pakar memberikan pendapatnya masing-masing mengenai pengertian izin.

–      N.M.Spelt dan J.B.J.M.Ten Berge, menyatakan bahwa secara umum izin merupakan suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan larangan perundang-undangan (izin dalam arti sempit). Berdasarkan pendapat tersebut, dalam izin dapat dipahami bahwa suatu pihak tidak dapat melakukan sesuatu kecuali diizinkan atau diberi izin. Artinya, kemungkinan seseorang atau suatu pihak tertutup kecuali diizinkan oleh pemerintah. Dengan demikian pemerintah mengikatkan perannya dalam kegiatan yang dilakukan oleh orang atau pihak yang bersangkutan.[2]

–      Van der Pot, menyatakan bahwa izin merupakan keputusan yang memperkenankan dilakukannya perbuatan yang pada prinsipnya tidak dilarang oleh pembuat peraturan.[3]

–      Prajudi Atmosudirjo, menyatakan bahwa izin (vergunning) adalah penetapan yang merupakan dispensasi pada suatu larangan oleh undang-undang. Pada umumnya pasal unadng-undang yang bersangkutan berbunyi, “dilarang tanpa izin ….(melakukan)…dan seterusnya.” Selanjutnya larangan tersebut diikuti dengan perincian syarat-syarat, kriteria, dan sebagainya yang pelu dipenuhi oleh pemohon untuk memperoleh dispensasi dari larangan, disertai dengan penetapan prosedur dan petunjuk pelaksanaan (juklak) kepada pejabat-pejabat administrasi negara yang bersangkutan.[4]

–      Syahran Basah, menyatakan bahwa izin adalah perbuatan hukum administrasi negara bersegi satu yang mengaplikasikan peraturan dalam hal kongkrit berdasarkan persyaratan prosedur sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan.

–      Bagir Manan, menyatakan bahwa izin dalam arti luas berarti persetujuan dari penguasa berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk memperoleh melakukan tindakan atau perbuatan tertentu yang secara umum dilarang.

–      Ateng Syafrudin, menyatakan bahwa izin bertujuan dan berarti menghilangkan halangan, hal yang dilarang menjadi boleh, atau sebagai peniadaan ketentuan larangan umum dalam peristiwa kongkrit.

Dari beberapanpengertian ini ada beberapa unsur dalam perizinan, yaitu: pertama, instrument yuridis; kedua, peraturan perundang-undangan; ketiga; organ pemerintah; keempat, peristiwa konkret; kelima, prosedur dan persyaratan

 

Tujuan Pemberian Izin

Mengenai tujuan diberikan izin, beberapa pakar memberikan pendapatnya sebagai berikut.

Spelt dan ten Berge menyatakan bahwa motif-motif untuk menggunakan sistem izin dapat berupa

–      keinginan untuk mengarahkan (mengendalikan/sturen) aktivitas-aktivitas tertentu;

–      mencegah bahaya bagi lingkungan.

–      Keinginan melindungi objek-objek tertentu.

–      Hendak membagi benda-benda yang sedikit.

–      Mengarahkan dengan menyeleksi orang-orang dan aktivitas, yang harus memenuhi syarat tertentu.[5]

Dari uraian yang telah dikemukakan, pada hakikatnya izin bukanlah instrumen untuk memperoleh pendapatan dan tidak seharusnya menjadi target peningkatan pendapatan.


[1] Pusat Bahasa Depdikbud. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga. Jakarta : Balai Pustaka. Hal : 447

[2] Pudyatmoko, Y. Sri. 2009. Perizinan. Problem dan Upaya Pembenahan. Jakarta : Grasindo. Hal : 7

[3] Pudyatmoko, Y. Sri. 2009. Perizinan. Problem dan Upaya Pembenahan. Jakarta : Grasindo. Hal : 7

[4] Atmosudirjo, Prayudi. 1983. Hukum Administrasi Negara. Jakarta : Ghalia Indonesia. Hal : 94.

[5] Pudyatmoko, Y. Sri. 2009. Perizinan. Problem dan Upaya Pembenahan. Jakarta : Grasindo. Hal : 11

Tinggalkan komentar